Ketua Komisi III DPRD Kalteng Soroti Tradisi Wisuda: Jangan Jadi Beban Orang Tua - Liputan Sbm

Nusantara Baru Indonesia Maju

Nusantara Baru Indonesia Maju

20 May 2025

Ketua Komisi III DPRD Kalteng Soroti Tradisi Wisuda: Jangan Jadi Beban Orang Tua

Ketua Komisi III, Sugiyarto. (ist) 

LIPUTANSBM, PALANGKA RAYA - Tradisi wisuda yang kian marak di berbagai jenjang pendidikan mulai dari TK hingga SMA, kini mendapat sorotan dari DPRD Kalimantan Tengah.

Ketua Komisi III, Sugiyarto, mengingatkan agar kegiatan seremonial ini tidak berubah menjadi beban ekonomi bagi orang tua siswa.

“Wisuda bukan kegiatan wajib yang diatur oleh undang-undang. Tidak ada aturan yang mewajibkan ataupun melarangnya. Karena itu, perlu ada fleksibilitas dalam pelaksanaannya, disesuaikan dengan kondisi sekolah dan para orang tua,” kata Sugiyarto, Senin lalu.

Menurutnya, tak semua keluarga memiliki kemampuan finansial yang sama untuk mengikuti kegiatan wisuda yang kerap kali memakan biaya besar.

Ia menilai, semangat apresiasi kepada siswa jangan sampai bergeser menjadi tekanan sosial yang memaksa orang tua merogoh kocek dalam-dalam bahkan hingga berutang.

“Kalau mayoritas orang tua mampu, silakan dilaksanakan. Tapi jika ada yang keberatan, harus dicarikan solusi bersama, misalnya lewat subsidi silang. Jangan sampai kegiatan ini justru menciptakan diskriminasi atau kesenjangan,” ujarnya tegas.

Sugiyarto mendorong pihak sekolah dan komite lebih peka terhadap kondisi wali murid. Ia menyarankan agar konsep wisuda dibicarakan bersama secara terbuka dan inklusif bukan sekadar meniru standar kemewahan yang justru menciptakan jarak sosial di lingkungan pendidikan.

“Yang penting esensinya, bukan seremonialnya. Jangan sampai ada siswa yang merasa terkucilkan hanya karena orang tuanya tidak sanggup membayar,” katanya lagi.

Ia pun membuka ruang bagi masyarakat untuk melapor atau menyampaikan aspirasi terkait pelaksanaan wisuda yang dirasa memberatkan.

Menurutnya, penting bagi sekolah menyesuaikan tradisi dengan realitas ekonomi setempat, bukan sekadar mengikuti tren nasional.

“Setiap daerah dan sekolah memiliki karakteristik ekonomi yang berbeda. Karena itu, penting untuk menyesuaikan tradisi dengan realitas, bukan semata-mata mengikuti tren,” pungkasnya. (red)

Bagikan artikel ini

Silakan tulis komentar Anda