LIPUTANSBM.COM, PALANGKA RAYA – Peringatan Hari Jadi
Pemerintahan Kota Palangka Raya ke-60 tak hanya menjadi ajang refleksi sejarah
dan capaian, tetapi juga momen untuk menegaskan kembali arah pembangunan kota
ke depan. Seusai memimpin upacara peringatan di Balai Kota pada Senin (17/6/2025),
Wali Kota Palangka Raya Fairid Naparin menyampaikan sejumlah catatan penting
terkait pembangunan kawasan permukiman oleh para developer.
Ia menyoroti persoalan yang masih kerap terjadi di lapangan,
mulai dari banjir, buruknya akses jalan, hingga belum tersedianya fasilitas
umum (pasum) dan sosial (pasos) secara memadai.
“Kota Palangka Raya ini berkembang pesat, penduduk kita
sudah di atas 315 ribu jiwa. Tapi perlu dipahami, hanya sekitar 18,1 persen
dari wilayah kota yang bukan kawasan hutan,” kata Fairid.
Kondisi itu, lanjutnya, berdampak besar pada terbatasnya
ruang gerak Pemerintah Kota dalam menyediakan infrastruktur dasar seperti
jalan, drainase, dan layanan publik lainnya.
“Sisanya adalah kawasan hutan. Bahkan, 50 persen dari
kawasan itu sudah ditempati masyarakat. Ini menjadi dilema. Secara legal, kami
tidak bisa masuk membangun karena masih status kawasan hutan,” ungkapnya.
Wali Kota menyampaikan bahwa pihaknya sudah melakukan
koordinasi intensif dengan Kementerian Lingkungan Hidup dan Kehutanan (KLHK)
serta Badan Pertanahan Nasional (BPN) untuk mengusulkan perluasan kawasan
non-hutan menjadi 50 persen.
Dalam konteks pembangunan perumahan, Fairid menegaskan
pentingnya keterlibatan aktif developer dalam mendukung pembangunan
berkelanjutan. Ia menyebut bahwa setiap developer wajib menyediakan jalan
dengan standar semenisasi dan menyerahkan pasum-pasus kepada pemerintah.
“Kalau pasumnya belum diserahkan, kami tidak bisa
intervensi. Tidak bisa bangun jalan atau saluran. Masyarakat juga perlu tahu
haknya sebagai konsumen. Jangan sampai beli rumah di lokasi yang ternyata jauh
dari jalan atau malah lebih rendah dari badan jalan – itu rawan banjir,”
ujarnya.
Wali Kota juga mengimbau masyarakat agar tidak terburu-buru
membeli rumah tanpa memastikan tiga hal penting: status kawasan lahan,
ketersediaan pasum-pasus, dan ketinggian serta akses ke jalan utama.
“Cek dan ricek. Jangan sampai nanti ketika banjir, atau
jalan rusak, yang disalahkan pemerintah. Padahal ada tahapan legalitas yang
harus dilalui. Pemerintah hanya bisa masuk jika status lahannya jelas dan
fasilitas umum sudah diserahkan,” tegas Fairid.
Meskipun menghadapi kendala tata ruang dan legalitas lahan,
Fairid memastikan bahwa pembangunan infrastruktur tetap berjalan. Proses tender
proyek-proyek prioritas sudah dilakukan, dan kontrak akan dimulai dalam waktu
dekat.
“Ini baru seratus hari lebih, masih ada empat tahun delapan bulan lagi masa kerja. Tapi prinsipnya, kami jalan terus. Hanya saja, semua harus sesuai aturan. Karena ini bukan hanya soal pembangunan fisik, tapi keberlanjutan kota ini ke depan,” pungkasnya.