DPRD Kalteng Soroti Sengketa Lahan 42 Hektare antara PT HAL dan Masyarakat Adat di Tualan Hulu - Liputan Sbm

07 October 2025

DPRD Kalteng Soroti Sengketa Lahan 42 Hektare antara PT HAL dan Masyarakat Adat di Tualan Hulu

LIPUTANSBM, PALANGKA RAYA — Konflik lahan antara masyarakat adat Desa Luwuk Sampun, Kecamatan Tualan Hulu, dan PT Hutanindo Alam Lestari (HAL) kembali mencuat ke permukaan.

Komisi II DPRD Provinsi Kalimantan Tengah turun tangan dengan menggelar Rapat Dengar Pendapat (RDP) bersama pihak perusahaan, Selasa (7/10/2025).

Sengketa itu mencakup area seluas sekitar 42 hektare, termasuk kawasan yang disebut warga sebagai makam leluhur serta lahan tanaman produktif.

RDP digelar sebagai tindak lanjut dari audiensi masyarakat adat sehari sebelumnya, yang melaporkan belum dijalankannya putusan adat dan putusan Pengadilan Tinggi Palangka Raya yang memenangkan pihak masyarakat.

Rapat dipimpin Ketua Komisi II DPRD Kalteng Siti Nafsiah, didampingi Wakil Ketua Bambang Irawan, serta dihadiri sejumlah anggota lintas komisi. Dari pihak perusahaan hadir General Manager PT HAL Ramli dan Tim Geospasial Zulkifli.

Ramli menjelaskan, akar persoalan muncul pada 2023 ketika terjadi klaim tumpang tindih lahan antara perusahaan dan masyarakat adat. Meski sempat difasilitasi Dewan Adat Dayak (DAD) Kotawaringin Timur, upaya damai tak mencapai kesepakatan.

“Pihak masyarakat mengajukan banding, dan Pengadilan Tinggi Palangka Raya akhirnya memutuskan memenangkan pihak penggugat,” ujar Ramli.

Sementara itu, Zulkifli memaparkan hasil pengukuran bersama masyarakat pada 16 Juli 2025, yang mencatat total luasan 39,72 hektare—termasuk 5,94 hektare di kawasan konservasi.

Menurutnya, PT HAL telah menawarkan kompensasi Rp15–17 juta per hektare untuk lahan berdokumen sah, serta Rp3 juta per hektare sebagai bentuk tali asih.

Namun, Wakil Ketua Komisi II DPRD Kalteng Bambang Irawan menilai penyelesaian konflik tak bisa semata-mata lewat jalur hukum.

“Konflik seperti ini tidak bisa hanya diselesaikan lewat jalur hukum, karena menyangkut aspek sosial dan nilai budaya masyarakat,” katanya.

Ia menegaskan pentingnya musyawarah, verifikasi faktual, dan penghormatan terhadap hukum adat.

Bambang juga meminta pihak perusahaan menyerahkan peta lokasi, dokumen kompensasi, dan daftar penerima tali asih untuk diverifikasi bersama pemerintah daerah dan lembaga adat.

“Kesalahan menentukan penerima ganti rugi bisa memperpanjang konflik sosial,” tegasnya.

Komisi II DPRD Kalteng berkomitmen mengawal penyelesaian kasus ini secara objektif, adil, dan transparan. Dewan juga menyatakan siap menjadi mediator ulang jika kedua pihak bersedia menempuh jalan damai berbasis musyawarah adat.

Pewarta : Antonius Sepriyono

Bagikan artikel ini

Silakan tulis komentar Anda