Polemik Impor Beras Pemerintahan Joko Widodo - Liputan Sbm

08/04/2024

08/04/2024

18 January 2018

Polemik Impor Beras Pemerintahan Joko Widodo



Jakarta - Pemerintahan Joko Widodo merumuskan arah perubahan Bangsa Indonesia yang dikenal dengan Nawa Cita (sembilan acuan program prioritas). Nawa cita pada intinya agar bangsa Indonesia dapat mencapai kedaulatan dalam politik, mandiri dalam bidang ekonomi serta berkepribadian dalam kebudayaan. Cita ideal inilah arah perjuangan era pemerintahan Joko Widodo dalam merumuskan dan menjalankan pemerintahan bersama dengan kabinetnya. (18/1/18)


Acuan pembangunan  Ekonomi Indonesia Era Pemerintahan Joko Widodo telah ditetapkan secara tegas pada poin ketujuh Nawa Cita “Mewujudkan kemandirian ekonomi dengan menggerakkan sektor-sektor strategis ekonomi domestic”. Keputusan pemerintah mengimpor beras pada akhir januari hingga februari 2018, bukan hanya tidak senafas, bahkan kontra produktif dengan Nawa Cita. Impor beras menjelang waktu panen raya akan mengakibatkan harga jual petani menurun drastis. Keputusan ini telah melukai hati petani Indonesia yang semestinya mendapatkan proteksi dan support dari pemerintah untuk mewujudkan kesejahteraannya.


Latar belakang keputusan impor beras juga secara nyata menunjukkan incompetensi pihak-pihak terkait utamanya pada kementerian Perdagangan dan kementerian pertanian. Perbedaan data acuan tentang stok beras nasional dan cara mengatasi lonjakan harga beras beberapa bulan terakhir antara Kementan dan Kemendag, menunjukkan tidak adanya koordinasi yang cukup dalam mengambil keputusan dan kebijakan.  Bahkan menko perekonomian, belakangan menganulir beberapa keputusan kementerian perdagangan tentang pelaksana impor tersebut. Menjadi pertanyaan besar public, ada apa dibalik kebijakan impor beras?


Data-data yang bertolak belakang antara kementerian perdagangan dengan kementerian pertanian seperti surplus produksi beras petani dalam negeri, stock beras bulog dan harga beras dipasaran sesungguhnya meresahkan public, utamanya karena hal ini menyangkut pangan utama rakyat Indonesia yang menjadi kebutuhan pokok sehari-hari. Persoalan beras adalah persoalan hajat hidup seluruh rakyat Indonesia.  Kegamangan pemerintah terkait dengan data yang menjadi basis pengambilan keputusan, tidak hanya dapat merugikan petani Indonesia, tetapi lebih jauh dapat mengancam ketersediaan pasok dan daya beli masyarakat terhadap beras yang menjadi kebutuhan setiap hari.


Fakta lain yang menggambarkan kacaunya manajemen logistic Indonesia utamanya tentang beras nasional adalah adanya klaim dari provinsi Sulawesi Selatan tentang over stock 2,6 juta ton. Klaim Stok beras ini belum termasuk hasil panen di empat kabupaten di Sulsel yang direncanakan berlangsung pada 17 Januari 2018. Pihak Provinsi Sulsel bahkan mengaku siap mendistribusikan stok berasnya ke berbagai provinsi di Tanah Air.

Persoalan stok adalah hal mendasar agar persoalan impor beras tidak terjadi di masa mendatang. Bulog sebagai badan yang mendapatkan mandat dari pemerintah sebagai leading sector terdepan terkait stock beras nasional penting untuk mempersiapkan diri sedini mungkin. Masa panen raya bulan Februari dan Maret mendatang, pembelian Gabah dan beras petani harus gencar dilakukan sebagai bagian dari penyiapan stock beras dimasa akan datang. Langkah ini penting diambil mengingat sebelumnya Bulog hanya membeli 58 persen dari total panen petani. Akbiatnya, stok di gudang pun mengalami keterbatasan. Sehingga gonjang-ganjing yang menjadi perdebatan public terkait beras impor ini terjadi.


Berdasarkan ketentuan soal cadangan beras di Indonesia yang dipatok oleh FAO, badan pangan PBB, merekomendasikan cadangan beras untuk negara seperti Indonesia minimal 1,1 juta hingga 1,8 juta ton. Hal ini untuk menutupi konsumsi beras per tahun di Indonesia yang mencapai 37.700.000 ton. Atau equivalen konsumsi beras per bulan mencapai 3,1 juta ton.


Sehubungan dengan hal-hal di atas, Pemuda Tani HKTI menyatakan sikap sebagai berikut :


1. Merekomendasikan kepada pemerintah untuk segera melaksanakan singkronisasi dan integrasi data logistic nasional kepada kementerian dan lembaga terkait. Hal ini untuk mencegah keputusan yang keliru karena basis acuan data yang berbeda dari para pengambil keputusan.


2. Merekomendasikan kepada kementerian Perdagangan dan kementerian pertanian agar menyelaraskan metode menghitung serta membangun system manajemen control stok beras nasional, yang dapat dipantau secara real time.


3. Merekomendasikan kepada seluruh stake holder pemerintah bahwa Kebijakan Impor beras dan komoditas lainnya, harus dipandang sebagai langkah akhir dan hanya dilakukan jika terjadi krisis pangan yang mengancam kelangsungan hidup rakyat Indonesia.


4. Merekomendasikan kepada pemerintah untuk mengambil langkah-langkah perlindungan harga hasil panen petani Indonesia terkait dengan pelaksanaan impor beras.


5. Merekomendasikan kepada pemerintah untuk segera memperbaiki manajemen logislik dan system informasi manajemen logistik pertanian secara keseluruhan, sehingga tercipta integrated chain yang efektif dan efisien sebagai basis pengambilan keputusan dan kebijakan pemerintah pada sektor pertanian dan pangan. (red)



Bagikan artikel ini

Silakan tulis komentar Anda