![]() |
Wakil Ketua Komisi II DPRD Kalteng, Bambang Irawan. |
LIPUTANSBM, PALANGKA RAYA – Kematian tragis seorang warga di lokasi tambang ilegal Desa Marapit, Kecamatan Kapuas Tengah, Kabupaten Kapuas, akhir April lalu, menjadi alarm keras bagi pengelolaan pertambangan di Kalimantan Tengah.
Wakil Ketua Komisi II DPRD Kalteng, Bambang Irawan, menyebut peristiwa itu sebagai bukti nyata carut-marutnya aktivitas pertambangan di wilayah tersebut.
"Ini menunjukkan tambang kita masih semrawut, banyak yang belum memenuhi standar keselamatan," kata Bambang saat ditemui, Senin (5/5).
Bambang mendesak pemerintah segera menata ulang Wilayah Pertambangan Rakyat (WPR).
Menurutnya, keberadaan WPR yang legal dan tertata akan memberi ruang aman bagi masyarakat untuk menambang, sekaligus mencegah konflik sosial dan risiko kecelakaan kerja.
Ia juga mengkritisi menjamurnya aktivitas pertambangan oleh pemodal besar yang dinilai kerap mengabaikan aspek keselamatan dan lingkungan.
"Kalau masyarakat yang salah, bisa kita edukasi. Tapi kalau perusahaan abai, jangan sampai mereka bersembunyi di balik nama investasi," ujarnya.
Bambang menekankan perlunya komunikasi lintas sektor—pemerintah, DPRD, hingga masyarakat—untuk merumuskan regulasi tambang yang adil, transparan, dan berpihak pada keselamatan.
“Pendekatan represif atau sepihak justru bisa memperkeruh suasana di lapangan,” kata dia.
Ia berharap ke depan ada regulasi yang lebih tegas, perlindungan hukum bagi masyarakat penambang, serta keterbukaan informasi terkait aktivitas pertambangan agar publik tak salah tafsir, apalagi bertindak anarkis. (red)