LIPUTANSBM, PALANGKA RAYA – Kejaksaan Tinggi Kalimantan Tengah menetapkan dua petinggi PT Sakti Mait Jaya Langit (SMJL), Ir. Harry Poetranto alias Harry dan Yulrisman Djamal, sebagai tersangka dalam kasus dugaan pengemplangan pajak.
Keduanya langsung ditahan selama 20 hari di Rutan Klas IIA Palangka Raya, terhitung sejak 3 Juni hingga 22 Juni 2025.
Penetapan ini diumumkan dalam konferensi pers di Kejati Kalteng pada Selasa siang, 3 Juni 2025.
Kepala Kejati Kalteng, Dr. Undang Mugopal, mengungkapkan bahwa keduanya diduga dengan sengaja tidak melaporkan Surat Pemberitahuan Tahunan (SPT) Pajak Pertambahan Nilai (PPN) selama periode Januari 2018 hingga Desember 2020.
“Perusahaan ini tidak menyampaikan SPT Masa Pajak untuk April hingga Desember 2018 (kecuali September), November dan Desember 2019, serta Juli dan Agustus 2020 ke Kantor Pelayanan Pajak Pratama Palangka Raya,” kata Undang.
Tak hanya itu, menurut Undang, PT SMJL juga tidak menyetorkan PPN yang telah dipungut dari hasil penjualan Crude Palm Oil (CPO) kepada sejumlah perusahaan lain. Padahal, PPN tersebut seharusnya masuk ke kas negara.
Adapun perusahaan-perusahaan pembeli CPO itu di antaranya PT Sinar Jaya Inti Mulya, PT Alam Subur Lestari, PT Anugerah Berkat Gemilang, PT Mentari Agung Jaya Usaha, PT Palmina Utama, PT Mahakarya Sentra Nabati, dan beberapa perusahaan lain yang bergerak di bidang pengolahan minyak sawit.
“Atas perbuatan para tersangka telah menimbulkan kerugian pada pendapatan negara sebesar Rp 20.492.653.409 atau Rp 20 miliar lebih,” ujar Undang.
Kasus ini mencuat setelah penyidikan dilakukan oleh Penyidik Pegawai Negeri Sipil (PPNS) dari Direktorat Jenderal Pajak (DJP) Wilayah Kalimantan Selatan dan Tengah.
Setelah seluruh berkas dinyatakan lengkap, tahap II berupa penyerahan tersangka dan barang bukti pun dilakukan kepada Kejaksaan Negeri Palangka Raya.
“Sekecil apapun, apalagi menyangkut sumber pendapatan negara/pemerintah, kami tidak segan-segan menindaklanjutinya. Ini jadi peringatan bagi para wajib pajak khususnya para pengusaha agar membayar kewajiban pajaknya karena jika tidak hal itu bisa menjadi tindak pidana perpajakan,” tegas Undang.
Ia memastikan, perkara ini akan segera dilimpahkan ke pengadilan untuk proses lebih lanjut.
Di lokasi yang sama, Kepala Kantor Wilayah DJP Kalselteng, Syamsinar, menyampaikan bahwa pihaknya sudah lebih dulu melakukan pendekatan persuasif sebelum membawa perkara ini ke ranah hukum. Langkah awalnya berupa pemberitahuan kepada wajib pajak bahwa terdapat tunggakan pembayaran pajak.
“Kami selalu mengedepankan asas ultimum remedium atau hukum pidana akan dijadikan upaya terakhir dalam hal penegakan hukum,” ujar Syamsinar.
Menurutnya, setelah indikasi pelanggaran ditemukan, DJP memberikan surat pemberitahuan bukti permulaan dan kesempatan untuk menyelesaikan tunggakan. Namun, hingga batas waktu yang ditentukan, perusahaan tidak juga memenuhi kewajibannya.
Syamsinar berharap kasus ini menjadi pengingat bagi pelaku usaha lain agar taat dalam memenuhi kewajiban perpajakannya.
“Dengan adanya proses penegakan hukum terhadap wajib pajak ini, kami harap bisa menimbulkan efek jera. Sekaligus sebagai edukasi agar para wajib pajak lainnya melaksanakan hak dan kewajiban perpajakan dengan benar, jelas, dan lengkap sesuai aturan," katanya.
Atas perbuatannya, para tersangka dijerat Pasal 39 ayat (1) huruf c dan/atau huruf i Undang-undang Nomor 28 Tahun 2007 tentang Perubahan Ketiga atas Undang-undang Nomor 6 Tahun 1983 tentang Ketentuan Umum dan Tata Cara Perpajakan, sebagaimana telah diubah terakhir dengan Undang-undang Nomor 6 Tahun 2023 tentang Penetapan Perppu Cipta Kerja menjadi Undang-undang. (red)