![]() |
LIPUTANSBM, PALANGKA RAYA - Inspektorat Daerah Provinsi Kalimantan Tengah bersama tim replikasi dari kabupaten/kota menggelar rapat koordinasi virtual pada Jumat, 18 Juli 2025.
Agenda ini membahas kesiapan monitoring dan evaluasi (monev) terhadap program perluasan percontohan Desa Antikorupsi tahun ini.
Plt. Inspektur Daerah Prov. Kalteng, Eko Sulistiyono, menegaskan pentingnya pendampingan optimal oleh pemerintah kabupaten.
Menurutnya, setiap desa calon percontohan harus memenuhi lima komponen utama: penguatan tata laksana, pengawasan, kualitas layanan publik, partisipasi masyarakat, dan kearifan lokal.
“Pendampingan yang optimal dari pemerintah kabupaten sangat penting agar calon desa percontohan benar-benar siap, sehingga dapat memenuhi kriteria dan layak mendapatkan penghargaan oleh Gubernur pada bulan Desember mendatang, bertepatan dengan peringatan Hari Antikorupsi Sedunia,” ujar Eko.
Ia juga mengingatkan soal pentingnya memahami aturan main agar pembinaan di tingkat desa bisa berjalan efektif.
“Lima komponen ini saling berpadu dan perlu diawasi serta didampingi oleh pihak desa agar dapat dipenuhi secara menyeluruh. Pembinaan harus dilakukan secara tepat, serta perlu adanya sinergisitas antara dinas atau instansi terkait dan pemerintah daerah yang bertanggung jawab terhadap desa-desa tersebut,” tegasnya.
Dari sisi teknis, perwakilan Tim Replikasi Provinsi, Catur Anggoro Aji, menyebut bahwa saat ini fokus utama berada pada tahapan pendampingan intensif dari kabupaten ke desa-desa calon percontohan.
“Monitoring dan evaluasi akan dilaksanakan pada akhir Juli 2025 yang melibatkan KPK RI. Untuk dapat memenuhi syarat sebagai Desa Antikorupsi, desa harus memperoleh nilai minimal 90. Oleh karena itu, desa yang masih berada di bawah nilai tersebut perlu mendapatkan pendampingan lebih lanjut,” jelas Catur.
Provinsi Kalimantan Tengah telah menetapkan 13 desa sebagai calon percontohan. Desa-desa itu tersebar di seluruh kabupaten, mulai dari Sungai Undang (Seruyan), Beringin Tunggal Jaya (Kotawaringin Timur), Telok (Katingan), hingga Tumbang Malahoi (Gunung Mas).
Dari 13 desa tersebut, baru dua yang berhasil melampaui nilai ambang batas: Desa Bahitom di Kabupaten Murung Raya dengan skor 91,50 dan Desa Tumbang Malahoi di Kabupaten Gunung Mas yang tertinggi dengan skor 94,50.
Pewarta : Antonius Sepriyono