Ritual Perdamaian "Hambai Pahari" Digelar Untuk Selesaikan Permasalahan Yang Melibatkan Unsur Masyarakat Hukum Adat Dayak - Liputan Sbm

08/04/2024

08/04/2024

27 November 2022

Ritual Perdamaian "Hambai Pahari" Digelar Untuk Selesaikan Permasalahan Yang Melibatkan Unsur Masyarakat Hukum Adat Dayak





PALANGKA RAYA - Kegiatan Ritual Perdamaian Hambai Pahari Adat Dayak Ngaju Kalimantan Tengah (Kalteng) antara pihak pertama Risko Junisa, pihak kedua Riana Andam Dewi dan pihak ketiga Andyan Pradipto berjalan dengan aman dan lancar. Adapun kegiatan tersebut dilaksanakan di Taman Wisata Kumkum, Pahandut Seberang, Kota Palangka Raya, Sabtu (26/11/2022) sore. 

"Acara yang kita ikuti ini merupakan kekayaan budaya Masyarakat Hukum Adat Dayak Ngaju Kalimantan Tengah, dimana apabila terjadi suatu permasalahan yang melibatkan salah satu unsur Masyarakat Hukum Adat Dayak, maka sudah patut diselesaikan melalui Peradilan Hukum Adat Dayak Kalimantan Tengah," kata Damang Kepala Adat Pahandut, Marcos Tuwan dalam sambutannya pada kegiatan tersebut.

Peradilan Hukum Adat Dayak Kalteng merupakan Damang Kepala Adat yang dibantu oleh Mantir Adat yang berada di masing-masing Kelurahan atau Desa. Dalam penyelesaian permasalahan yang terjadi di antara Masyarakat Hukum Adat Dayak itu sendiri atau dengan masyarakat pendatang yang Non Dayak, selama itu berada di wilayah Yuridiksi Masyarakat Hukum Adat Dayak, maka sudah patut untuk di selesaikan melalui Peradilan Hukum Adat Dayak.

Yuridiksi Peradilan Hukum Adat Dayak meliputi seluruh wilayah Pulau Kalimantan, dimana masing-masing wilayah dibagi menjadi masing-masing Kedamangan yang dipimpin oleh Damang Kepala Adat, Temenggung dan lainnya, tapi semua itu tetap Satu Dayak atau Satu Darah Dayak, itu sangat berbeda dengan keberadaan dan karakter Masyarakat Hukum Adat yang berada di wilayah Pulau Jawa, Pulau Sumatera dan Pulau Sulawesi, dimana ada bermacam-macam Masyarakat Hukum Adatnya. Dengan teritorial yang sangat terbatas dan dengan Hukum Adat masing-masing.

Khusus di Kalimantan Tengah, masing-masing wilayah teritorial Kedamangan sama dengan dengan teritorial wilayah masing-masing Kecamatan, sama seperti Kedamangan Pahandut ini batas wilayahnya sama dengan batas wilayah Kecamatan Pahandut, tapi ada beberapa Kedamangan di beberapa Kabupaten seperti di Barito Timur, Kotawaringin Barat dan lainnya, teritorial Kedamangannya terdiri dari beberapa Kecamatan.

Masyarakat Hukum Adat Dayak Kalimantan melalui Tokoh-Tokohnya pada tahun 1894 bersepakat membuat persamaan Hukum Dasar Adat Dayak Borneo yang terdiri dari 96 Pasal, yang terkenal dengan nama 96 Pasal Perjanjian Tumbang Anoi, diluar nilai-nilai hukum yang tetap berlaku di masing-masing Masyarakat Hukum Adatnya.

Peradilan Hukum Adat Dayak Kalimantan Tengah dibagi menjadi 3 tahapan, yaitu:

1. Tahap Pra-Konflik 

     a. Mediasi

     b. Negoisasi

     c. Rekonsiliasi/Upacara Damai

2. Tahap Konflik

     a. Pelaporan

     b. Pemeriksaan Perkara

     c. Putusan

3. Tahap Pelaksanaan Putusan

     a. Pembacaan Putusan 

     b. Pelaksaaan Putusan 

     c. Upacara Damai/Rekonsiliasi



"Kegiatan kita hari ini ada dalam tahap Pra-Konflik, yaitu Mediasi dimana Damang Kepala Adat berusaha mempertemukan para pihak yang bermasalah, dan Puji Tuhan dalam tahap Mediasi ini para pihak yang bermasalah mau bersepakat untuk berdamai. Mediasi dan Negoisasi sudah disepakati, selanjutnya sebagaimana yang sudah menjadi Budaya Adat Dayak bahwa pada akhir penyelesaian permasalahan persoalan semua pihak sepakat membuat Pesta Perdamaian yang selanjutnya para pihak yang berdamai saling Hambai Pahari atau angkat saudara, yang ditandai dengan saling mengikat Lilis Lamiang pada pergelangan tangannya," ungkapnya.

Marcos menyebut, ada falsafah dan atau pepatah yang mengatakan "Dimana Bumi Dipijak, Disitu Langit Dijunjung", itu menyatakan bahwa kita semua, dimana saja berada harus menghormati dan mematuhi nilai-nilai adat yang berlaku dimana kita berada. 

"Secara pribadi saya selaku Damang Kepala Adat Pahandut Kota Palangka Raya, mengapresiasi kehadiran saudara Andyan Pradipto beserta Isteri yang jauh-jauh datang dari Makasar untuk mengikuti, memenuhi dan mematuhi nilai-nilai yang ada dalam Masyarakat Hukum Adat Dayak Ngaju Kalimantan Tengah," terangnya.

Pewarta : Antonius Sepriyono | Liputan SBM 

Bagikan artikel ini

Silakan tulis komentar Anda