Kaburnya Napi dan Citra yang Retak, Ini Desakan Putra Daerah Kalteng - Liputan Sbm

Nusantara Baru Indonesia Maju

Nusantara Baru Indonesia Maju

04 July 2025

Kaburnya Napi dan Citra yang Retak, Ini Desakan Putra Daerah Kalteng

Dr. Ari Yunus Hendrawan, praktisi hukum sekaligus putra daerah Kalimantan Tengah. (ist)

LIPUTANSBM, PALANGKA RAYA - Kaburnya seorang narapidana kasus asusila dari Lapas Kelas IIA Palangka Raya bukan sekadar celah dalam sistem pengamanan. Lebih dari itu, ini adalah alarm keras bagi wajah lembaga pemasyarakatan yang kian tergerus kepercayaan publik. Peristiwa ini memaksa publik menatap lurus ke arah lembaga yang seharusnya menjadi garda terakhir pembinaan narapidana namun kini justru dinilai lengah, bahkan lalai.

Langkah cepat menonaktifkan Kepala Lapas dan Kepala Pengamanan Lembaga Pemasyarakatan (KPLP) dinilai sebagai keputusan yang sah, tegas, dan mendesak. Ini bukan soal mencari kambing hitam, tapi soal keteladanan dalam menegakkan tanggung jawab struktural.

"Keputusan Kanwil Ditjenpas Kalimantan Tengah menonaktifkan Kalapas dan KPLP adalah langkah tepat. Ini bentuk ketegasan, sekaligus menjaga marwah institusi," kata Dr. Ari Yunus Hendrawan, praktisi hukum sekaligus putra daerah Kalimantan Tengah.

Ari menyebut, meski narapidana tersebut telah berhasil ditangkap kembali oleh Polrestabes Banjarmasin, proses pembenahan internal di tubuh Lapas Palangka Raya tidak boleh berhenti di sana. Menurutnya, pejabat yang telah dinonaktifkan perlu dibina dan dievaluasi secara menyeluruh sebelum dipertimbangkan untuk kembali ke jabatan semula.

"Jangan buru-buru dikembalikan ke posisinya. Ada pembinaan, penelitian, dan evaluasi yang harus dilakukan. Ini penting untuk menjaga marwah Lapas Palangka Raya dan kredibilitas sistem pemasyarakatan itu sendiri," ujar Ari, Kamis (3/7/2025).

Ia juga meminta Menteri Imigrasi dan Pemasyarakatan, Jenderal Polisi (HOR) (Purn.) Drs. Agus Andrianto, S.H., M.H., serta Direktur Jenderal Pemasyarakatan Drs. Mashudi, agar tidak asal tunjuk dalam memilih pengganti Kalapas dan KPLP.

"Pejabat baru harus profesional dan siap melayani sesuai aturan. Jangan lagi ada kompromi dengan mereka yang abai terhadap SOP," tegasnya.

Menurut Ari, pengawasan terhadap narapidana bukan sekadar rutinitas, tetapi mandat negara. Jika mandat ini diabaikan, bahkan dalam hal kecil seperti membiarkan napi keluar buang air tanpa pengawasan, maka yang terjadi bukan sekadar pelanggaran, melainkan pengkhianatan terhadap kepercayaan publik.

"Ini bukan soal satu napi kabur. Ini soal sistem yang gagal menegakkan profesionalitas,” katanya.

Ia mengutip Pasal 3 dan 4 Undang-Undang Nomor 22 Tahun 2022 tentang Pemasyarakatan yang menegaskan bahwa sistem pemasyarakatan harus dijalankan berdasarkan asas pengayoman, profesionalitas, dan pengamanan. Ketika salah satu dari unsur itu tumbang, negara harus segera bersikap.

"Menonaktifkan pejabat bukan vonis, tapi langkah awal pembersihan. Kita tak bisa membangun kepercayaan publik tanpa mengakui bahwa ada yang bocor dan perlu diperbaiki," ucap Ari.

Sebagai putra daerah, Ari menolak jika Kalimantan Tengah dicap sebagai wilayah yang permisif terhadap pelanggaran. Ia mengingatkan bahwa institusi pemasyarakatan adalah benteng hukum, bukan celah pelarian.

"Lapas bukan sekadar tembok. Ia simbol integritas. Dan jika integritas itu runtuh, maka hukum kehilangan pijakan," kata dia.

Ia juga mendorong penerapan sistem pengawasan digital secara real-time sebagaimana amanat Pasal 82 UU Pemasyarakatan, serta transparansi dalam proses investigasi internal.

Sebagai tokoh muda Dayak dan praktisi hukum, Ari mengajak seluruh elemen masyarakat untuk tetap menyalakan harapan.

"Kita boleh kecewa, tapi jangan sampai kehilangan semangat untuk memperbaiki. Dari rasa kecewa itulah lahir tekad untuk membangun lapas yang dapat dipercaya. Jika kita gagal menjaga yang jatuh, maka kitalah yang ikut tumbang," pungkasnya. (red)

Bagikan artikel ini

Silakan tulis komentar Anda