![]() |
LIPUTANSBM, PALANGKA RAYA – Malam di Panggung Teater Terbuka UPT Taman Budaya Kalimantan Tengah, Jumat (22/8/2025), berubah menjadi ruang ingatan kolektif.
Lantunan musik, tarian, dan narasi menyatu dalam pementasan “Hikayat Kutaringin; Fragmen Panti Darah Janji Samaya”, sebuah karya kolaboratif yang menghidupkan kembali kisah lahirnya Kesultanan Kutaringin.
Pimpinan produksi, Rizaldi Kurniawan, membuka pertunjukan dengan sambutan penuh emosi.
“Ini bukan sekadar rangkaian tari dan musik. Ini adalah panggilan jiwa, upaya menyelami lembaran sejarah agung berdirinya Kesultanan Kutaringin,” ujarnya.
Menurut Rizaldi, judul Fragmen Panti Darah Janji Samaya dipilih untuk merefleksikan kisah tentang darah yang tertumpah, janji suci yang terucap, serta pengorbanan leluhur demi lahirnya sebuah negeri.
Pertunjukan malam itu terasa istimewa. Bukan hanya karena mengangkat sejarah penting Kalimantan Tengah, melainkan juga karena kekuatan kolaborasi.
Seniman dari berbagai sanggar dan komunitas seni di daerah ini bergabung, melebur dalam satu energi kreatif. Musik hadir bukan sekadar pengiring, melainkan penopang utama narasi yang menjadikan kisah Kutaringin terasa hidup di panggung.
“Ini bukti bahwa seni adalah jembatan pemersatu. Dalam perbedaan, kita menemukan kekuatan; dalam kebersamaan, lahir karya besar,” kata Rizaldi.
Apresiasi senada datang dari Wildae D. Binti, Kepala UPT Taman Budaya Kalteng yang hadir mewakili Plt. Kepala Dinas Kebudayaan dan Pariwisata.
Ia menyebut pertunjukan ini sebagai mahakarya kolosal yang punya tiga nilai strategis: pelestarian sejarah dan jati diri, penggerak ekosistem ekonomi kreatif, serta daya tarik wisata budaya.
“Dengan mengangkat hikayat berdirinya Kesultanan Kutaringin, kita tidak hanya mengenang masa lalu, tapi juga merawat nilai kepemimpinan, persatuan, dan pengorbanan. Ini investasi budaya untuk generasi muda,” ujarnya.
Wildae menekankan, seni pertunjukan semacam ini mampu membuka ruang ekonomi bagi pelaku kreatif sekaligus memperkuat pariwisata budaya.
“Wisatawan tidak hanya datang melihat alam, tapi juga ingin merasakan kekayaan jiwa masyarakat Kalimantan Tengah,” katanya.
Pementasan ditutup dengan tepuk tangan panjang penonton. Malam itu, di bawah langit Palangka Raya, Hikayat Kutaringin bukan hanya tampil sebagai tontonan, tapi juga sebagai pengingat bahwa budaya adalah sumber daya hidup yang mesti dijaga, diwariskan, dan terus dinyalakan.
Pewarta : Antonius Sepriyono