![]() |
LIPUTANSBM, PALANGKA RAYA – Komisi V DPR RI mengapresiasi pelaksanaan Sekolah Lapang Iklim (SLI) Tematik 2025 yang digelar Badan Meteorologi, Klimatologi, dan Geofisika (BMKG) di Aula Bapperida Provinsi Kalimantan Tengah, Senin (27/10).
Program ini dinilai memiliki peran strategis dalam memperkuat ketahanan pangan, terutama di tengah meningkatnya intensitas perubahan iklim.
Anggota Komisi V DPR RI, Muhammad Syauqie, melalui Tenaga Ahli Abduh Hamid, menyampaikan bahwa kegiatan SLI menjadi ruang edukasi penting bagi petani dan nelayan dalam memahami dinamika cuaca dan iklim yang berpengaruh langsung pada kegiatan produksi.
“Komisi V DPR RI menyambut baik dan memberikan apresiasi setinggi-tingginya atas pelaksanaan Sekolah Lapang Iklim Tematik ini. Kegiatan ini menjadi sarana penting untuk meningkatkan pemahaman masyarakat, khususnya petani dan nelayan, terhadap kondisi iklim yang berdampak langsung pada produktivitas dan ketahanan pangan,” ucapnya.
Ia menegaskan, BMKG sebagai mitra kerja Komisi V DPR RI memiliki peran sentral dalam menghadirkan informasi iklim yang akurat, serta memperkuat jejaring kolaborasi lintas sektor untuk mendukung ketahanan pangan nasional.
“Dalam menghadapi perubahan iklim ekstrem, BMKG perlu terus berinovasi dan berkolaborasi dengan pemerintah daerah, sektor swasta, pelaku pertanian, hingga organisasi masyarakat. Dengan sinergi tersebut, upaya adaptasi terhadap perubahan iklim dapat berjalan efektif,” tambahnya.
Melalui SLI, peserta dibekali pemahaman mengenai prakiraan cuaca, analisis musim, hingga dampak perubahan iklim terhadap hasil panen dan produksi perikanan. Tujuannya agar keputusan di lapangan tidak hanya mengandalkan intuisi, melainkan berbasis data.
“Melalui kegiatan ini, para peserta dibekali pengetahuan tentang prakiraan cuaca, analisis musim, serta dampak perubahan iklim terhadap hasil pertanian. Harapannya, para petani dan nelayan dapat menggunakan informasi tersebut sebagai dasar pengambilan keputusan di lapangan,” jelasnya.
Ia juga menekankan pentingnya pelatihan pengoperasian aplikasi dan perangkat iklim, agar masyarakat mampu membaca perubahan cuaca secara tepat.
“Peserta perlu dilatih menggunakan alat-alat iklim untuk menentukan waktu tanam, pengelolaan lahan, hingga strategi menghadapi anomali cuaca. Dengan kemampuan tersebut, mereka tidak hanya membaca tanda-tanda alam secara tradisional, tetapi juga dengan pendekatan ilmiah,” tuturnya.
Menurutnya, kombinasi antara kearifan lokal dan pengetahuan ilmiah akan menjadi kunci adaptasi terbaik di sektor pertanian dan perikanan.
“Kalau kita mampu membaca tanda-tanda alam dengan benar, kita bisa meminimalkan risiko gagal panen dan menjaga produktivitas pertanian,” urainya.
Syauqie juga menyampaikan apresiasi kepada BMKG Kalimantan Tengah atas konsistensinya dalam melaksanakan kegiatan edukatif yang bermanfaat langsung bagi masyarakat.
“Kami berharap kegiatan Sekolah Lapang Iklim seperti ini terus digelar di berbagai daerah di Indonesia, agar semakin banyak masyarakat yang mampu beradaptasi terhadap dinamika perubahan iklim,” ungkapnya.
Pewarta : Antonius Sepriyono



