![]() |
Menteri Lingkungan Hidup RI Hanif Faisol Nurofiq dan Kepala BNPB RI Letjen TNI Suharyanto saat menyerahkan bantuan peralatan penanganan Karhutla kepada Gubernur Kalteng H. Agustiar Sabran. |
LIPUTANSBM, PALANGKA RAYA – Pemerintah Provinsi Kalimantan Tengah (Pemprov Kalteng) menggelar Rapat Koordinasi Penanggulangan Kebakaran Hutan dan Lahan (Karhutla) 2025 di Aula Jayang Tingang, Kantor Gubernur Kalteng, Kamis, 7 Agustus 2025.
Rapat ini dipimpin langsung Menteri Lingkungan Hidup (LH), Hanif Faisol Nurofiq dan dihadiri sejumlah pejabat tinggi dari pusat hingga daerah.
Turut hadir Kepala BMKG Dwikorita Karnawati, Kepala BNPB Letjen TNI Suharyanto, Gubernur Kalteng H. Agustiar Sabran, Wakil Gubernur Edy Pratowo, jajaran Forkopimda, serta seluruh bupati dan wali kota se-Kalteng.
Rakor digelar sebagai respons atas potensi meningkatnya karhutla di Kalteng menjelang puncak musim kemarau. Meski BMKG memprediksi kemarau tahun ini bersifat normal, risiko kebakaran tetap tinggi, terutama di kawasan gambut.
Menteri LH Hanif Faisol Nurofiq menegaskan peran kementeriannya dalam penanganan Karhutla sesuai amanat Keputusan Menko Polhukam Nomor 29 Tahun 2025. Ia menekankan pentingnya kebijakan berbasis data dan kolaborasi lintas sektor.
“KLHK juga berperan aktif dalam penegakan hukum, pemulihan ekosistem, dan pengendalian kebakaran lahan non-hutan, termasuk peningkatan komunikasi publik terkait Karhutla,” ujar Hanif.
Hanif menyebut Kalteng memiliki sekitar 15,3 juta hektare luas wilayah, dengan 30 persen di antaranya berupa lahan gambut yang rentan terbakar. Kabupaten Katingan tercatat sebagai wilayah dengan lahan gambut terluas, disusul Kapuas dan Kotawaringin Timur.
Data per 4 Agustus 2025 dari BPBD Kalteng menunjukkan 1.317 titik panas (hotspot) telah terdeteksi, dengan 326 kejadian karhutla yang membakar sekitar 451 hektare lahan. Namun, pada 6 Agustus, tidak ditemukan hotspot dengan tingkat kepercayaan tinggi—meski 11 titik berkategori sedang muncul di Barito Utara, Gunung Mas, Katingan, dan Pulang Pisau.
BMKG memperkirakan tingkat kemudahan terbakar akan melonjak drastis pada 8–9 Agustus, terutama di wilayah selatan dan tengah Kalteng. Situasi ini, kata Hanif, menjadi alarm keras untuk seluruh pihak.
Ia pun menekankan pentingnya langkah-langkah preventif seperti pelarangan pengeringan lahan gambut, pembangunan sekat kanal, pengaktifan satgas Karhutla, serta edukasi masyarakat agar tak membakar lahan saat membuka kebun. Akademisi juga diajak terlibat dalam riset penyusunan metode pembukaan lahan yang ramah lingkungan.
Gubernur Kalteng H. Agustiar Sabran mengakui provinsinya saat ini berada dalam kondisi siaga tinggi karhutla, utamanya di kawasan gambut di Pulang Pisau, Kapuas, dan Kotim. Ia mengingatkan soal bencana besar karhutla pada 2015 dan 2019 yang membakar ratusan ribu hektare lahan.
“Ini adalah alarm bagi kita semua. Deteksi dini, sinergi lintas sektor, dan pemberdayaan masyarakat adalah harga mati,” tegas Agustiar.
Pemprov Kalteng, kata Agustiar, telah menerapkan Perda No. 1 Tahun 2020 yang mengakomodasi kearifan lokal, dengan tetap menjaga aspek ekologis. Perda itu mengizinkan pembakaran terbatas maksimal 2 hektare per kepala keluarga (KK) oleh masyarakat adat, dengan pengawasan ketat.
Untuk pengendalian langsung di lapangan, Pemprov Kalteng bersama Forkopimda telah melakukan patroli udara menggunakan helikopter. Pemantauan dilakukan secara bertahap: 5 Agustus menyasar wilayah barat dan tengah (Kotawaringin Barat, Kotim, Katingan, Seruyan, dan Palangka Raya), sedangkan 6–7 Agustus menjangkau wilayah timur (Barito Timur, Barito Utara, dan Barito Selatan).
“Langkah ini dilakukan untuk memastikan kesiapan personel, memverifikasi titik api, serta menentukan prioritas penanganan,” ujar Agustiar.
Namun, Agustiar juga menggarisbawahi tantangan geografis Kalteng yang luasnya mencapai 153.000 km². Ia menyampaikan kebutuhan dukungan tambahan dari pemerintah pusat, seperti helikopter tambahan, drone jarak jauh, pos pantau, pusat data terpadu, logistik udara, dan teknisi lapangan.
Kepala BMKG Dwikorita Karnawati menyebut peluang Operasi Modifikasi Cuaca (OMC) cukup tinggi di Kalteng, karena potensi pembentukan awan hujan saat ini mencapai lebih dari 70 persen. Curah hujan ringan hingga lebat yang terjadi sejak 1–5 Agustus menjadi momentum tepat untuk intervensi cuaca.
Ia juga memaparkan data Tinggi Muka Air Tanah (TMAT) dari KLHK yang menunjukkan 17 persen stasiun berada dalam kategori rawan, 8 persen sangat rawan, dan 2 persen berada di kategori berbahaya.
“Kondisi ini memperkuat urgensi pembasahan lahan gambut sebagai tindakan pencegahan karhutla,” ujarnya.
Rangkaian kegiatan Rakor ditutup dengan penandatanganan Kesepakatan Bersama Penanggulangan Karhutla 2025 oleh seluruh pemangku kepentingan, mulai dari Forkopimda, bupati/wali kota, hingga perwakilan instansi teknis.
Sebagai bentuk dukungan, Menteri LHK dan Kepala BNPB turut menyerahkan bantuan peralatan ke Pemprov Kalteng, meliputi motor Karhutla roda dua dan tiga, pompa jinjing 2 HP, alat pelindung diri (APD), hingga SCBA M1 untuk petugas lapangan.
Pewarta : Antonius Sepriyono