HUTAN NEGARA, HUTAN HAK DAN HUTAN ADAT - Liputan Sbm

08/04/2024

08/04/2024

17 September 2020

HUTAN NEGARA, HUTAN HAK DAN HUTAN ADAT



 HUTAN NEGARA, HUTAN HAK DAN HUTAN ADAT

Oleh Rosmawiah S.H M.H ( DOSEN UNIV PGRI PALANGKA RAYA)

Negara Indonesia menjunjung tinggi penghormatan atas adat, negara indonesia secara yuridis juga telah mengakui keberadaan dan hak-hak masyarakat adat, tantangan pengelolaan dan perlindungan hutan di indonesia sering kali berasal dari masyarakat lokal sekitar hutan Putusan Mahkamah Konstitusi (MK) No. 35/2012 yang menyatakan bahwa hutan adat berada di wilayah adat dan bukan di kawasan hutan negara. Putusan Mahkamah Konstitusi Nomor 35/PUU-X/2012 yang berisi perubahan pengertian dari yang semula:

“hutan yang berstatus sebagai hutan negara yang berada dalam wilayah masyarakat hukum adat”

diubah menjadi:

“hutan yang berstatus sebagai hutan yang berada dalam wilayah masyarakat hukum adat.”

Perubahan tersebut menyebabkan munculnya pengertian baru mengenai hutan berdasarkan segi statusnya. Hutan adat merupakan status kawasan hutan. Pengertian hutan adat adalah hutan yang berada dalam wilayah masyarakat hukum adat

Hutan yang berstatus adat masih menjadi polemik dan tidak jelas, karena dalam kerangka hukum di Indonesia, jenis hutan ini dianggap sebagai hutan negara dimana hak pengelolaan diberikan kepada masyarakat adat.

Undang-undang No.41 tahun 1999 tentang Kehutanan, menyebutkan status hutan di Indonesia dibagi menjadi hutan negara dan hutan hak. Hutan negara mengacu pada kawasan hutan yang berada di atas tanah yang tidak dibebani hak atas tanah (tidak dimiliki seseorang atau badan hukum). Sedangkan hutan hak mengacu pada kawasan hutan yang berada di atas tanah yang dibebani hak atas tanah. Oleh karena itu, secara otomatis hutan adat masuk sebagai kawasan hutan negara. Bagi masyarakat adat, hutan adat menjadi kesatuan yang tidak bisa dipisahkan. Selain itu, hutan juga titipan bagi generasi yang akan datang. Hutan adat menjadi salah satu kekayaan penting bagi masyarakat adat untuk menjamin kesejahteraan hidup.  Selain itu, Kementerian Lingkungan Hidup dan Kehutanan juga menerbitkan peraturan baru untuk menggantikan Peraturan Menteri Kehutanan Nomor 32/2015 tentang Hutan Hak, dengan Peraturan Menteri Lingkungan Hidup dan Kehutanan Nomor P21 tertanggal 29 April 2019 tentang Hutan Adat dan Hutan Hak.

Baca juga : Peran Pemerintah Desa Dalam Melestarikan Ritual Miwit Abeh, Desa Dayu Kecamatan Karusen Janang Kabupaten Barito Timur 

Berdasarkan Referensi: http://www.aman.or.id Pada 29 April 2019, pemerintah Indonesia melalui Menteri Lingkungan Hidup dan Kehutanan telah menerbitkan keputusan tentang peta hutan adat dan wilayah indikatif hutan adat tahap pertama. Pada surat ini dinyatakan peta hutan adat dan wilayah indikatif di Indonesia seluas 472.981 hektar. Rincian luasan hutan tersebut terdiri dari hutan adat 453.831 hektar (hutan negara seluas 384.896 hektar dan areal penggunaan lain 68.935 hektar) serta penetapan SK hutan adat seluas 19.150 hektar. Luas hutan tersebut tersebar diseluruh wilayah Indonesia meliputi lima region, yaitu 64.851,17 hektar di Sumatera, 14.818,49 di Jawa, Bali, Nusa Tenggara, 54.978,98 di Kalimantan, 261.323,01 di Sulawesi dan 77.009,57 di Maluku dan Papua.

Dalam pembentukan Hutan Adat di kabupaten atau provinsi  dua dasar hukum yang menjadi payung yaitu Permen LHK Nomor tiga dua tahun 2015 tentang Hutan Hak dan Perda kabupaten atau provinsi  tentang Pedoman Pengakuan dan Perlindungan Masyarakat Adat.

Hutan Hak sendiri merupakan hutan yang dibebani hak atas tanah dimana yang didalamnya terdapat Hutan Adat dan Hutan Perseorangan atau Badan Hukum.  Hutan hak dapat mempunyai fungsi pokok konservasi, lindung dan produksi Sebelum menetapkan Hutan Adat perlu dilakukan identifikasi seperti sejarah Masyarakat Adat,  aspek historis kampung atau fakta-fakta arkeologi, Letak serta batas Wilayah Adat, Hukum Adat, harta kekayaan atau benda-benda adat dan Kelembagaan serta sistem pemerintahan adat.

Setelah dilakukan identifikasi maka dilanjutkan dengan verifikasi dan validasi masyarakat adat untuk ditetapkan oleh Bupati atau Walikota. Setelah dilakukan penetapan Masyarakat Adat Melalui Perda maka dilakukan pengusulan penetapan Hutan Adat yang kemudian akan diverifikasi dan divalidasi oleh Direktorat Jenderal Perhutanan Sosial dan Kemitraan Lingkungan (Dirjen PSKL) hingga penetapan Hutan Adat oleh Menteri Lingkungan Hidup dan Kehutanan (LHK).

Hutan adat yang diakui di Kalteng  itu baru ada satu dengan jumlah penduduk sekitar 455 orang dengan luasan area 634 hektar. Dan pada tahun 2020  bertambah lagi  di  Kabupaten Pulang Pisau karena perdanya sudah selesai keberadaan  hutan adat itu harus ada  peraturan yang jelas dan juga harus ada masyarakat yang mendukung sehingga wilayah yang dianggap masyarakat merupakan hutan adat bisa diakui. Saat ini di Kalteng banyak hutan adat namun masalahnya belum ada  perdanya. Karena itu keberadaan hutan adat akan terus diupayakan  untuk bisa diakui . Untuk itu sekali lagi Perlu adanya kesepakatan bersama antara pemerintah, LSM dan masyarakat adat terkait dengan penetapan MHA, penetapan tata batas hutan adat, dan pembentukan kelembagaan masyarakat adat. 


(LiputanSbm.com)

Penulis adalah Wakil Rektor I dan Dosen di Universitas PGRI Palangka Raya


Bagikan artikel ini

Silakan tulis komentar Anda