LIPUTANSBM.COM, Palangka Raya — Gemuruh tepuk tangan penonton di Bundaran Besar Palangka Raya menjadi saksi bagaimana seni dan budaya Kalimantan Tengah terus dirawat dan ditampilkan dengan penuh semangat. Pada Jumat malam (9/5/2025), Pemerintah Provinsi Kalimantan Tengah melalui Dinas Kebudayaan dan Pariwisata (Disbudpar) kembali menggelar agenda rutin Panggung Seni dan Budaya Bundaran Besar, yang menampilkan ragam pertunjukan dari komunitas seni lokal.
Kegiatan yang telah menjadi agenda akhir pekan ini bukan sekadar hiburan bagi masyarakat. Ia hadir sebagai media ekspresi budaya, ruang regenerasi bagi pelaku seni, serta strategi promosi kearifan lokal di tengah modernisasi yang makin gencar.
Kepala Bidang Pengembangan Pemasaran Pariwisata Disbudpar Provinsi Kalteng, Agung Catur Prabowo, yang hadir mewakili Kepala Disbudpar, menyatakan bahwa acara ini merupakan bagian dari upaya konkrit pelestarian budaya yang inklusif dan beragam.
“Seni khas Melayu pesisir seperti yang ditampilkan Sanggar Kambang Barenteng malam ini menambah warna dalam bingkai besar budaya Huma Betang, sebuah filosofi kebersamaan yang menjadi roh Kalimantan Tengah,” ujarnya.
Salah satu penampilan yang mencuri perhatian datang dari Sanggar Grup Musik Panting dan Gambus Kambang Barenteng Al-Firdaus. Dengan membawakan dua lagu berjudul Paris Tangkawang dan Tirik Pandahan, penampilan mereka terasa istimewa karena memadukan instrumen tradisional seperti panting, biola, babun, kampul, dan agung basar, dengan tari Japin yang energik dan anggun.
Kostum para pemain pun memperkuat nuansa lokal. Mengenakan pakaian adat lengkap dengan laung khas, Kambang Barenteng tampil bukan hanya sebagai pelestari, tetapi juga sebagai pengembang budaya. Pertunjukan mereka bukan sekadar tontonan, melainkan representasi nilai-nilai identitas yang hidup di tengah masyarakat.
Pimpinan sanggar, H. Sairullah, menyampaikan apresiasi kepada Gubernur Kalimantan Tengah H. Agustiar Sabran, Disbudpar, dan UPT Taman Budaya Kalteng atas ruang yang diberikan kepada seniman lokal. Ia berharap agar eksistensi sanggar-sanggar seni tetap dijaga dengan keterlibatan aktif pemerintah dalam penyediaan panggung dan pembinaan.
“Ini bukan hanya soal tampil di panggung, tapi bagaimana budaya bisa terus diwariskan kepada generasi muda. Agar mereka tahu bahwa Kalteng tidak hanya Dayak, tetapi juga kaya dengan budaya Melayu, Banjar, Jawa, dan lainnya,” ucapnya.
Lebih dari sekadar acara rutin, Panggung Seni Bundaran Besar memperlihatkan keseriusan pemerintah daerah dalam menanggapi tantangan pelestarian budaya di era digital. Ketika budaya populer dari luar begitu mudah diakses, kehadiran panggung seperti ini menjadi penyeimbang sekaligus perisai agar jati diri lokal tak larut dan hilang ditelan zaman.
Dengan pendekatan kolaboratif antara pemerintah, seniman, dan masyarakat, panggung ini menjadi simbol bahwa budaya bukan sekadar warisan, melainkan kekuatan yang menghidupi peradaban Kalteng hingga masa depan.