UNISKA Dalam Gemuruh Gelombang Reformasi Akademik - Liputan Sbm

23 April 2021

UNISKA Dalam Gemuruh Gelombang Reformasi Akademik

 


Oleh: Dr. Muhammad Uhaib As' ad, S.Ag., M.Si.


UNIVERSITAS Islam Kalimantan (UNISKA) Muhammad Arsyad Albanjari, merupakan sebuah Universitas ternama di Kalimantan yang alamat nya di Jl. Adhyaksa / Kayu Tangi 1 Jalur 2 No.2, Kelurahan Sungai Miai, Kecamatan Banjarmasin Utara, Kota Banjarmasin, Kalimantan Selatan ini, dalam beberapa pekan terakhir ini sedang dilanda gelombang reformasi akademik. Gelombang reformasi akademik ini terjadi berawal dari proses pemilihan rektor yang dinilai oleh sebagian kalangan dianggap terjadi kesalahan prosedur atau cacat prosedur.


CACAT prosedur itu telah terlihat dari proses penetapan panitia pemilihan Rektor yang disetting oleh yayasan untuk memuluskan tampilnya kembali Abdul Malik (incumbent) untuk mendudukkan kembali sebagai rektor. Untuk memuluskan strategi itu adalah menempatkan orang-orang para loyalis menjadi panitia pemilihan. Seharusnya, panitia pemilihan itu ditentukan oleh senat universitas tetapi yang terjadi ditentukan oleh yayasan.


Menurut dosen yang gencar melayangkan kritik guna kemajuan UNISKA, Abdul Malik adalah seorang yang dianggap paling pas dan pantas untuk mengamankan  kepentingan petinggi yayasan dan sekaligus melanggengkan kekuasaan. 


Sebagian anggota panitia pemilihan adalah anggota senat Fakultas dan Universitas yang secara otomatis pemilik suara untuk memilih rektor. Aneh tapi nyata. Inilah realitas yang terjadi di Universitas berlabel Islam tersebut. Seharusnya panitia pemilihan rektor itu harus netral, namun yang terjadi justru masing-masing panitia memiliki agenda untuk memenangkan jagoannya.


"hanya sumbangsih saran, rubah pola mekanisme pemilihan tersebut, mereka yang memiliki hak suara bukan hanya anggota senat Fakultas saja, namun seluruh para dosen pengajar UNISKA juga diberikan hak suaranya," ucap salah satu dosen FISIP UNISKA MAB ini. 


Menurutnya, Fenomena kekisruhan ini adalah imbas dari pembicara sistem carut-marut yang telah berlangsung lama. Keberadaan yayasan sangat hegemoni dan dominasi. Eksistensi yayasan telah kabur dan tidak jelas lagi yang mana wilayah kekuasaan yayasan dan mana juga wilayah akademik? Proses pembusukan sistem ini dibiarkan berlarut–larut secara terstruktur dan nyaris tidak bisa dikritik dan dievaluasi.


Saking dominasinya yayasan, warga civitas akademika lebih mengambil posisi diam (take silence) atau memilih mengamankan diri masing-masing dari pada mendapatkan ancaman atau intimidasi dari rezim yayasan. 


Hal ini sangat disayangkan sebuah lembaga pendidikan tinggi Islam terbesar di Kalimantan dengan mengusung nama ulama besar kharismatik dan melegendaris yaitu Syaikh Muhammad Arsyad Al-Banjari justru terperangkap dalam perilaku otoritarianisme dan oligarkis.


Gelombang reformasi akademik yang terjadi saat ini sebagai imbas dari pemilihan rektor sebagai salah satu variabel antara saja. 


Pengelolaan yayasan yang tidak profesional, akuntabel dan transparan itu menjadi the main of empirical evidence yang menumpuk-numpuk dan bagaikan benang kusut yang sulit diurai. It’s source of the problem. Uniska diperlakukan sebagai layaknya perusahaan pribadi yang bisa diperlakukan seenaknya ditengah bobroknya sistem yang ada.


Keberadaan senat Universitas sebagai representasi dari aspirasi civitas akademika menjadi disfungsional dan tidak berdaya berhadapan rezim yayasan. Nyaris tidak tidak ada kekuatan penyeimbang atau melawan hegemoni yayasan. Atmosfir kampus berjalan biasa-biasa saja tidak ada sesuatu yang istimewa yang merefleksikan dinamika akademika intelektual sebagai salah satu kampus swasta yang berdiri pada tahun 1981.


Polarisasi Yayasan


Di internal yayasan sendiri telah terjadi polarisasi sejak lama. Seperti diketahui terakhir yayasan dipimpin oleh oleh almarhum Dr H. Gusti Irhamni selama empat periode. Menjelang pemilihan Rektor UNISKA, beliau meninggal dunia dan secara otomatis terjadi perubahan landscape politik kekuasaan di UNISKA. Seperti diketahui almarhum menjadi sumber patronase utama (the main of patronage source) yang memunculkan orang-orang berada dalam lingkaran beliau. Relasi kekuasaan itu telah melahirkan fenomena patron-klien (Patron-client) dan masing-masing memposisikan diri dalam comfort t zone.


Situasi ini telah merubah konstalasi sosio-politik di UNISKA. Para loyalis semua itu sebagai ada yang merubah arah pilihan politik yang sebelumnya mendukung Abdul Malik (incumbent) berbelok arah mendukung Dr Sanusi sebagai pesaing utama incumbent. 


Pada sisi lain, polarisasi yayasan pun tidak terhindari, ada yang pro status quo dan ada yang pro perubahan atau reformasi. Tarik menarik dukungan terjadi  kandidat rektor semakin terfragmentasi dan menajam.


Seperti diketahui, pada 5 Aprill 2021 yang lalu terjadi pemilihan rektor dengan selisih 5 suara antara Abdul Malik dan Sanusi. 


Abdul Malik mendapatkan dukungan suara 15, sementara Sanusi mendapatkan dukungan 10 suara dari total 25 suara senat. Selisih suara itu tidak otomatis Abdul Malik langsung dibaptis sebagai rektor kedua kalinya. Karena menurut kubu Sanusi proses pemulihan itu telah terjadi cacat prosedur dan mal praktek administrasi salah satu kandidat. Situasi konflik ini telah menggiring pengurus yayasan punya berada pada pusaran konflik kepentingan.


Sepeninggal, meninggal dunianya Ketua Yayasan yang dulu almarhum Dr H. Gusti Irhamni, kini UNISKA punya Ketua Yayasan baru, Bapak Budiman. 


Bapak Budiman adalah Ketua Yayasan Borneo Lestari berlokasi di Banjarbaru. Secara de facto sebagai Ketua Yayasan baru namun secata de jure masih problematik karena belum tercatat pada Akta Notaris. Oleh karena itu, semua kebijakan terkait penetapan terhadap salah satu rektor akan mengalami problem yuridis dan akan berimplikasi terjadi legalitas seorang rektor yang ditetapkan.


Mengapa? Seorang Ketua Yayasan secara otomatis harus melapor ke LK2DIKTI dan selanjutnya LK2DITI akan menyampaikan laporan ke Dirjen Dikti Jakarta?

 

Saya kira disini menjadi menjadi problematik secara yuridis. Sebagai saran, lebih bijaksana bila yayasan menunggu hasil tim investigasi yang sedang bekerja mengenai adanya indikasi malpraktek administrasi dari salah satu calon rektor. "Lebih baik bersabar menunggu dari pada sekedar mengejar dead line". Seperti diketahui, masa akhir jabatan incumbent pada 28 April. Bilamana sampai 28 April persoalan konflik belum selesai, secara hukum administrasi negara maka Wakil Rektor satu UNISKA secara otomatis bisa menjadi Pelaksana Jabatan Sementara (Sementara).


Civitas akademika Uniska berharap kepada para elite Uniska lebih mengedepan kearifan dan kepentingan Uniska bukan mengutamakan libido kekuasaan dan arogansi kekuasaan. Gelombang demokratisasi dan reformasi yang terjadi saat ini tidak terbendung lagi. Transisi demokrasi berlarut-larut justru akan menjadi bahan tertawaan publik. Artinya, para elite Uniska belum mampu mentransformasikan nilai-nilai good governance university. Rasanya kita percuma teriak-teriak demokrasi dan kampus merdeka bila hati dan pikiran belum merdeka.


Dari Jalan Adhyaksa, kita percuma teriak-teriak bicara good governance terhadap publik bila pada diri kita masih menggumpal daki-daki egoisme dan perasaan takut kehilangan kekuasaan dan jabatan. Manusia yang sejati adalah manusia yang memiliki kemerdekaan dan pilihan rasional (rational choice) secara akademik. Sebagai akademisi sudah saatnya memiliki kemerdekaan dan kemandirian tanpa terperangkap dalam kubangan feodalisme dan patrimonialisme dan loyalitas semua. Cendikiawan revolusioner dari Iran, Ali Shariati pernah berkata bahwa salah eksistensi seorang intelektual adalah selalu memberikan pencerahan (Intellectual enlightment) bukan menjadi Intellectual ignorence.



Penulis adalah Staf / Dosen Pengajar FISIP UNISKA MAB Banjarmasin dan Anggota Dewan Pembina/Penasehat P3HI


(Isi dari artikel ini sepenuhnya tanggung jawab penulis bukan tanggung jawab media yang menerbitkan)


Editorial : Aspihani Ideris


Bagikan artikel ini

Silakan tulis komentar Anda